Bung Karno: Inggit, Tehnya Pahit. | |
Soekarno
muda baru saja menyelesaikan kuliahnya. Gelar insinyur kini telah
diraihnya. Ini artinya, ia tidak lagi menerima bantuan keuangan dari
orangtuanya. Dan sekarang ia sedang bingung. Diteguknya teh suguhan
Inggit. Segelas teh pahit. Toples gula di dapur sudah kosong. Dapurnya
sedang kering kerontang. Istrinya, Inggit hanya mampu menyuguhkan teh
encer tanpa gula buat tamu-tamu yang datang.
| |
Sebetulnya
Bung Karno sudah mendapat tawaran untuk kedudukan menarik di Departemen
Pekerjaan Umum. Tapi sudah saatnya para pemuda menolak bekerja sama
dengan pemerintah. Begitu pikir Bung Karno. Menurutnya, bekerja sama
dengan pemerintah bisa memasung kebebasan berpikir dan bertindak.
Walau
begitu, toh Bung Karno tetap butuh uang, untuk membuat dapurnya kembali
berasap. Dan untuk mendapatkan uang, tentu saja ia harus bekerja.
Untunglah ada lowongan di sekolah Yayasan Ksatriaan, yang dipimpin oleh
Ernest Douwes Dekker, masih kerabat Multatuli, seorang tokoh kebangkitan
nasional berdarah Indo. Douwes Dekker atau Setia Budi, juga dikenal
sebagai tokoh “tiga serangkai” bersama Dr. Tjipto Mangunkusumo dan Ki
Hajar Dewantara. Sebagai catatan, sekolah Ksatriaan ini sekarang dikenal
dengan nama SMP Negeri 1 Bandung. Jurnalis kawakan dan pejuang BM Diah
pernah bersekolah di sekolah ini.
Douwes Dekker bertanya pada Bung Karno, “Anda bisa mengajar, kan?”. Bung
Karno dengan agak tersinggung, tentu saja mengiyakan. Namun dasar Bung
Karno. Kepribadiannya memang ekspresif, meledak-ledak, penuh semangat.
Terlebih jika itu sudah menyangkut nasib bangsanya.
Ia
menyadari, pelajaran sejarah seharusnya memaparkan fakta. Tapi
“dendam-kesumatnya” terhadap imperialisme, tak bisa membuatnya jernih
berpikir, kapan saatnya harus berbicara sebagai “guru” dan kapan saatnya
bicara sebagai “pejuang revolusi”. Dan itulah yang dilakukannya ketika
memberi pelajaran sejarah di hari itu. Bung Karno masih ingat, salah
seorang murid di kelasnya itu adalah Anwar Tjokroaminoto, adik Oetari
istri pertamanya.
Di
hadapan anak-anak dan penilik sekolah (orang Belanda), yang sedang
menilai caranya mengajar, ia terseret emosinya pada saat memberi
pelajaran sejarah itu. Dengan bakatnya sebagai orator, berapi-api
dikritiknya imperialisme. Menggelegar, sampai terlompat-lompat
dikutuknya kolonialisme dengan segala sistemnya. Akibatnya bisa diduga.
Kontan, penilik sekolah orang Belanda itu mengajukan pemecatan Bung
Karno sebagai guru. Kata penilik sekolah itu, “Raden Sukarno, tuan bukan
guru, tuan seorang pembicara”.
Namun
ada yang lebih menarik dari sekedar ilustrasi kejadian di atas. Saya
tertarik menggarisbawahi pendapat Bung Karno tentang pelajaran sejarah
di sekolah. Mungkin pendapat Bung Karno di bawah ini adalah jawaban atas
pertanyaan, mengapa sekarang ini pelajaran sejarah umumnya kurang
menarik perhatian para siswa. Menurut Bung Karno, dalam pelajaran
sejarah seharusnya tidak sekedar sibuk dengan urusan nama, tahun, dan
kejadian.
Dalam
pelajaran sejarah, menurut Bung Karno yang penting adalah mengerti
latar belakang sebuah kejadian sejarah. Bukan sekedar menghafal nama,
tahun, dan kejadian. Kata Bung Karno selanjutnya:
“Aku
memberikan alasan mengapa ini dan itu terjadi. Aku memperlihatkan
peristiwa-peristiwa sejarah secara sandiwara. Aku tidak memberikan
pengetahuan secara dingin dan kronologis. Ooo tidak, Sukarno tidak
memberikan hal semacam itu. Itu tidak bisa diharapkan dari seorang
orator yang berbakat dari lahirnya. Aku mengayunkan tanganku dan
mencobakannya. Kalau aku bercerita tentang Sun Yat Sen, aku betul-betul
berteriak dan memukul meja.” (Buku “Soekarno: Penyambung Lidah Rakyat
Indonesia”).
Bisa
saya bayangkan, bagaimana mengasyikkannya pelajaran sejarah, jika yang
berdiri di depan kelas itu adalah “Meneer Sukarno”. Sebagai guru,
pelajaran sejarah itu diberikannya seperti seorang aktor yang memainkan
lakonnya. Ini kira-kira sama dengan seorang dalang yang bisa membawa
pendengarnya ke suasana kisah, sehingga pendengar tetap terpaku untuk
terus menyimak.
Saya
kurang tahu bagaimana metode pengajaran sejarah sekarang ini di
sekolah-sekolah di Indonesia. Saya tumbuh di Indonesia dalam generasi
yang fasilitasnya belum se-modern generasi sekarang. Namun begitu,
teman-teman sebaya sekelas saya di bangku sekolah dasar tidak perlu
juara kelas pun, bisa dipastikan akan lancar menjawab pertanyaan,
“Bangsa mana saja yang pernah menjajah Indonesia?”. Portugis, Spanyol,
Belanda, Inggris, Jepang. Bukankah ini pengetahuan dasar yang sudah
otomatis diketahui anak-anak Indonesia, setidaknya generasi saya?
Budaya
dan agama asing mana yang mempengaruhi Indonesia? Budha, Hindu dari
pengaruh Cina dan India. Islam dari Arab. Katolik/Protestan dari
pengaruh Portugis, Spanyol, Belanda. Akulturasi antara animisme penduduk
asli dengan berbagai budaya dan agama pendatang, membuat Indonesia masa
kini sudah sulit diklaim budayanya 100% asli. (Belum terhitung ekspansi
perekonomian dan budaya dari negara-negara lain yang tak tersebut di
atas, serta efek globalisme yang semakin mengubah wajah Indonesia).
Hal
di atas saya sebut pengetahuan dasar, terlebih karena pengetahuan itu
memang sudah menjadi pertanyaan klasik yang kerap menjadi bagian dari
ulangan umum di sekolah.
Walau
anak-anak itu hafal banyak kejadian sejarah di luar kepala, tapi tanpa
mengerti mengapa semua itu harus mereka ketahui, maka sejarah hanya
menjadi pelajaran “mati”.
Rendra pernah dikritik cendekiawan muda dalam debat tentang kejadian sejarah. “Ah, sudahlah Mas. Buat apa sejarah itu? Itu kan nostalgia dan romantisme saja”.
Komentar itu malah membuat Rendra berbalik heran. Para intelektual muda
yang kelak akan mengambil alih masa depan bangsa, lha kok malah
mempunyai cara berpikir seperti itu? Bagaimana orang bisa memahami masa
kini, bisa membuat perencanaan untuk masa depan, jika tidak belajar dan
memahami masa lalu?
Meneropong sejarah ibarat proses merekonstruksi puzzle
kejadian. Sebuah kejadian tidak akan mungkin berdiri sendiri. Semua itu
adalah rangkaian yang berkaitan satu sama lain. Dalam merekonstruksi
ini, peminat sejarah dituntut agar mampu berpikir logis, obyektif,
analitis, rasional, untuk bisa mem-verifikasi sebuah paparan fakta.
Kemampuan dasar berpikir ilmiah ini, akan membuat sebuah bangsa bisa
tahan banting di tengah persaingan.
Bukan sekedar pemanis bibir jika Cicero, filsuf Romawi mengatakan “Historia est Magistra Vitae”
atau sejarah adalah guru kehidupan. Seorang guru sejarah yang baik akan
mampu merangsang keingintahuan untuk memasuki banyak penjelajahan.
Tidak saja tentang sejarah itu sendiri. Tapi jika sejarah itu didalami,
maka orang akan terbawa pada sebuah dunia yang lebih luas. Misalnya
mengenal nilai kehidupan melalui para pelaku sejarahnya (dari “wong
cilik” sampai orang besar), mengenal karakter manusia, menghargai
perbedaan kultur dan agama. Juga membangkitkan nasionalisme, mengenal
tata sosial, politik, ekonomi dan pemerintahan.
Mempelajari
sejarah juga bisa mengilhami usaha preventif sekaligus refleksi, agar
sebuah kejadian traumatis tak terulang, atau malah sebagai usaha
pelestarian keteladanan agar bisa dicontoh. Ini semua menstimulasi
timbulnya sikap saling pengertian dan kearifan dalam hidup
bermasyarakat.
Sejalan
dengan Bung Karno, Rendra pernah beropini sudah saatnya sistem belajar
sejarah di sekolah itu diubah. Tidak hanya sekedar menghafalkan dan
mendengarkan. Apa gunanya menghafalkan siapa itu La Galigo dan siapa itu
Machiavelli, tanpa memahami mengapa nama mereka mesti dihafalkan?
Bukankah jauh lebih menarik mendalami dan membandingkan pikiran antara
keduanya? La Galigo penulis sastra dari Sulawesi Selatan, hidup sebelum
abad ke-14. La Galigo yang pujangga Bugis, hidup kira-kira hampir satu
jaman dengan Machiavelli, ahli politik dari Italia.
Dibanding
ahli politik Eropa tadi, justru konsep tentang DEMOKRASI telah lebih
dahulu dikenal melalui konsep La Galigo, yang hidup di masa kejayaan
kerajaan tertua di Sulawesi Selatan, yaitu kerajaan Luwuk. Manuskrip
asli La Galigo sampai saat ini tersimpan di Leiden, Belanda. Tulisan La
Galigo ini setebal 6000 halaman, ditulis dalam huruf lontara, aksara
yang biasa digunakan suku Bugis, Makassar, Luwu di Sulawesi Selatan.
Epik La Galigo disebut-sebut sebagai epik terpanjang di dunia.
La
Galigo mencatat bahwa yang tertinggi dalam kekuasaan yaitu adat
(hukum), sedangkan penguasa itu hanya pelaksana hukum. Hukum/adat ini
menyebabkan seorang anak raja tidak otomatis menjadi raja. Dan memang
sistem demokrasi itulah yang diterapkan kerajaan Luwuk di Sulawesi
Selatan sejak sebelum abad ke-14. Bandingkan dengan ajaran Machiavelli
(di antaranya diterapkan Napoleon), bahwa kekuasaan itu mesti
dipertahankan dengan menggunakan dana dan senjata, yang mirip dengan
prinsip kediktatoran.
Oh
ya, kembali lagi ke topik tentang sekolah Ksatriaan di Bandung tadi.
Yaitu sekolah pimpinan Douwes Dekker, tempat Sukarno gagal dan dipecat
oleh Belanda menjadi guru. Setelah menjadi presiden RI, Sukarno tidak
melupakan jasa Douwes Dekker sebagai salah satu tokoh peletak dasar
kebangsaan. Douwes Dekker sempat menjadi menteri dalam kabinet Syahrir,
anggota DPA, dan sejarawan di bawah kementerian penerangan. Juga salah
seorang anggota delegasi dalam bernegosiasi dengan Belanda. Douwes
Dekker juga sempat tinggal serumah dengan Bung Karno.
Sampai
akhir hayatnya, Douwes Dekker dipandang oleh Belanda sebagai
“pengkhianat”. Karena ia berjuang untuk Indonesia, dan sempat diciduk
dan ditahan Belanda tahun 1948. Ia dibebaskan ketika kesehatannya
semakin memburuk di penjara dan meninggal tahun 1950. Ia dimakamkan di
TMP Cikutra Bandung. Di bawah ini telegram “ucapan selamat ultah” dari
Bung Karno pada Douwes Dekker, yang menunjukkan perhatian Bung Karno
pada eks “bos”-nya di sekolah Ksatriaan di Bandung, tempat Sukarno
pernah mengajar.
Sebagai
pimpinan yayasan, dulu Douwes Dekker tidak bisa berbuat apa-apa ketika
Bung Karno yang diterimanya sebagai guru di sekolahnya, dipecat oleh
pemerintah Belanda. Namun Sukarno tidak lupa ucapannya, “Bangsa yang besar adalah bangsa yang menghargai jasa pahlawannya”. Ungkapan Bung Karno yang lain sampai kini tetap dikenang generasi sekarang, yaitu “jas merah” (jangan sekali-sekali melupakan sejarah).
Dan
Sukarno memang tidak lupa sejarah, tentang bagaimana jahatnya
imperialisme yang telah ratusan tahun menghisap darah rakyat Indonesia.
Mengutip kata Willem Oltmans, seorang jurnalis Belanda sahabat Bung
Karno.
“Sukarno
mati-matian gigih menolak usaha masuknya investor melalui dollar dan
yen mereka. Karena ini sama saja mengembalikan imperialisme masa lalu
dalam bajunya yang lain. Sedangkan Suharto berbuat sebaliknya. Yaitu
Suharto memenuhi keinginan Washington, CIA dan Tokyo.”
Ya,
kebanggaan rakyat Indonesia pada gelar Soeharto, masih segar di
ingatan, yaitu “Bapak Pembangunan”, tampaknya harus dibayar dengan
sangat mahal. Ironisnya, ternyata itu masih diperparah oleh manipulasi,
sehingga investasi dan utang luar negeri itu jatuh ke kantong yang tidak
semestinya. Yang jelas, tentu bukan kantong rakyat kecil.
Alih-alih
menikmati uang pinjaman itu. Pembayaran utang tadi justru dibebankan ke
pundak rakyat, yang sebagian besar masih kembang kempis mengatasi
kemiskinan. Utang itu hingga kini menjadi belitan tiada akhir, dan yang
kena dampaknya adalah rakyat kecil. Yang kaya semakin kaya. Yang miskin,
semakin miskin.
Pelajaran
sejarah masa lalu tampaknya masih diabaikan. Imperialisme ternyata
kembali lagi dengan gaya baru, yang menaklukkan dengan utang mencekik.
Sang pemberi utang secara terang-terangan di depan mata, menjarah harta
Indonesia yang ada di bawah tanah. Dengan “jasa” mereka melalui
investasi dan utang yang ditanamkan di bumi Indonesia, adakah yang masih
bisa berkutik? Apa boleh buat.
|
Bung Karno: Inggit, Tehnya Pahit.
Cerita Motivasi Kehidupan – Kekuatan Cinta
Cerita Motivasi Kehidupan – Kekuatan Cinta
Dikisahkan, seorang wanita baru menikah
dengan pria yang dicintai dan tinggal serumah dengan ibu mertuanya.
Tidak lama setelah mereka tinggal serumah, sangat terasa banyak
ketidakcocokan diantara menantu dan sang mertua. Hampir setiap hari
terdengar kritikan dan omelan dari ibu mertua. Percekcokkan pun
seringkali terjadi. Apalagi sang suami tidak mampu berbuat banyak atas
sikap ibunya.
Saat sang menantu merasa tidak tahan lagi dengan temperamen buruk dan
dominasi ibu mertuanya, diapun akhirnya memutuskan untuk melakukan
sesuatu demi melampiaskan sakit hati dan kebenciannya.
Pergilah si menantu menemui teman baik
ayahnya, seorang penjual obat ramuan tradisional. Wanita itu
menceritakan kisah sedih dan sakit hatinya dan memohon agar dapat
diberikan bubuk beracun untuk membunuh ibu mertuanya.
Setelah berpikir sejenak dengan
senyumnya yang bijak, si paman menyatakan kesanggupannya untuk membantu
tetapi dengan syarat yang harus dipatuhi si menantu. Sambil memberi
sekantong bubuk ramuan yang dibuatnya, sang paman berpesan : ”Nak, untuk
menyingkirkan mertuamu, jangan memberi racun yang bereaksi cepat, agar
orang-orang tidak akan curiga. Karena itu, saya memberimu ramuan yang
secara perlahan akan meracuni ibu mertuamu. Setiap hari campurkan
sedikit ramuan ini ke dalam masakan kesukaan ibu mertuamu dari hasil
masakkanmu sendiri, Kamu harus bersikap baik, menghormati,dan tidak
berdebat dengannya, perlakukan dia layaknya ibumu sendiri, agar orang
lain tidak akan curiga saat ibu mertuamu meninggal nanti.
Dengan perasaan lega dan senang,
diturutinya semua petunjuk sang paman penjual obat, dilayani sang ibu
mertua dengan sangat baik dan penuh perhatian, setiap hari disuguhkan
makanan kesukaan si ibu, dan tidak terasa empat bulan telah berlalu.
Terjadi perubahan yang sangat besar. Dari hari ke hari, melihat sang
menantu yang bersikap penuh perhatian kepadanya, ibu mertuapun tersentuh
dan berbalik mulai menyayangi si menantu bahkan memperlakukannya
seperti anaknya sendiri. Dia juga memberitahu teman-teman dan kenalannya
bahwa menantunya adalah seorang penuh kasih dan menyayanginya.
Menyadari perubahan positif ini, sang
menantu cepat-cepat datang lagi menemui sang paman penjual obat :
”Tolong berikan kepada saya obat pencegah racun pembunuh ibu mertua
saya. Setelah saya patuhi nasehat paman, ibu mertua saya berubah sangat
baik dan menyayangi saya seperti anaknya sendiri. Tolong paman, saya
tidak ingin dia mati karena racun yang telah saya berikan”.
Sang paman tersenyum puas dan berkata
“Anakku, kamu tidak perlu kuatir. Ramuan yang saya berikan dulu bukanlah
racun, tetapi ramuan untuk meningkatkan kesehatan. Racun yang
sebenarnya adalah di dalam pikiran dan sikapmu terhadap ibu mertua, dan
sekarang semua racun itu telah punah oleh kasih dan perhatian yang kamu
berikan padanya.”
Cerita ini telah mengajarkan kepada kita
betapa luar biasanya ai tek lik liang ! kekuatan kasih,dan kuan sing
tek lik liang kekuatan perhatian. Kasih dan perhatian mendatangkan
kepedulian, ketulusan, dan kerelaan untuk berkorban. Kasih dan perhatian
mampu melepaskan kita dari belenggu kesalahpahaman, meluluhkan
ketidakpedulian, hati yang keras dan pikiran yang penuh kebencian. Kasih
dan perhatian itu mendatangkan kedamaian, dan merekatkan perbedaan
menjadi kedekatan yang menyenangkan.
Jika setiap hari kita mau memberikan
kasih dan kepedulian kita, maka kehidupan kita pasti akan menjadi
bermakna dan mendatangkan kebahagiaan.
KeJarLah CiNTA
KeJarLah CiNTA
Cinta
itu dapat memilih dan di pilih, cinta dapat memiliki dan di miliki,
tapi cinta dan sayang ga bisa menunggu… ! kejarlah cintamu setinggi
mungkin. berusahalah untuk mendapatkan cintamu itu agar kamu bs senang
dan bahagia bersama cintamu selamanya … !! berikanlah cintamu sesuatu
yang g’ bisa sama sekali dia melupakan kamu ….! teruslah BERUSAHA
Keagungan Tuhan
Merah merona bola api
di atas cakrawala
Tanda terbitnya sang surya
di ufuk pagi
Suara burung bernyanyi
riang bergerak kian kemari
Menggugurkan sejuta embun
dari kerindangan daun
Semua itu bukti Agungnya
ciptaan Tuhan
Sebagai manusia hendaklah
bersyukur
Ketemu lagi akan hari
Setelah sesaat mengunci
rasa
Melupakan semua problema
Kini ditantang perjalanan
hidup
Membuktikankan semua impian
dan harapan
Kalau kita sadar, nyata
ataupun tidak
Itulah garis takdir Tuhan
Semuanya ini perjalanan
waktu
Manusia hanya bercita
Namun begitu, yakinkan
diri ini
Hidup ini jangan disia-siakan
Aku Tak Ragu
Tuhan,
Aku yakin dengan segala
kasih-Mu
Dan aku percaya akan semua
sayang-Mu
Namun mengapa aku ini
???
Selalu tak tahu diri
Apakah ada sesuatu yang
mengunci hatiku ?!
Sehingga aku lupa akan
semua cinta-Mu
Tuhan,
Kau pasti selalu mendekapku
Namun aku tempikkan arti
kehangatan-Mu
Apakah aku insan tak tahu
balas budi ?!
Kurang bersyukur
Selalu mencari dan berharap
yang lebih
Bahkan tanpa terasa dan
tak tersadari
Mungkin aku memohon selain
kepada-Mu
Tuhan,
Andaikan aku selalu bersujud
pada-Mu
Dan bersimpuh di dalam
rumah-Mu
Tentu Engkau mau menerima
tobatku
Namun aku kadang merasa
lain
Karena banyak dosa yang kulakukan
Tuhan,
Aku tahu tangisku tak
berarti bagi-Mu !!
Kini biarlah aku merenungi
semuanya
Dan akan kucari pintu
insyafku
Tapi, aku yakin dan tak
meragukan
Akan semua ampunan-Mu,
Tuhan.
Di Sisi Malam
Ketika
kabut tersibak
Rembulan
memancarkan sinarnya
Malam
yang muram telah berlalu
Makna
kegelapan menjadi tertampikan
Nur
kebenaran adalah kebenderangan
Saat
kepala makin merunduk
Kucium
tanah bukti kehinaanku
Sebagai
tanda Agungnya sang Khalik
Isak
tangisan begitu lirih
Seirama
kidung detak jantung
Air
mata berderai tak tertahan
Mencapai
kekhusukan semakin dalam
Saat
dingin semakin menusuk
Disinilah
aku semakin mengenal Tuhan
Gelisah
Gelap malam penuh kesunyian
Lamunan jauh menerawang
angkasa
Membukakan pintu-pintu
mimpi
Menyibakan tirai-tirai
kegalauan jiwa
Bias keremangan memudarkan
kasih
Memutar hati menguak arti
ilusi
Memedarkan beribu warni
cahaya
Membayang menjauh dari
arah cita
Katak merengek ikut meresah
Menggugah hati kala gelisah
Air hujan menetes berduka
Membasah bumi ikut bersedih
Gema kegundahan kian bertalu
Gemercik air melantun
irama nan merdu
Berhembus angin membelai
lembut
Gemerisik suara daun menghibur
Membangkit menggugah kalbu
Meliuk menari rumput nan
ayu
Melambai perlahan seolah
mengajak
Melepas duka menjemput
cinta
Merayu bernyanyi kerinduan
Menyongsong esok akan
kebahagiaan
Salam perpisahan
Kini, hatiku tergores
kesedihan
Ketika terucap salam perpisahan
Walau air mataku tak berlinang
Bukan berarti suatu kerelaan
Saat-saat langkah terayun
Jarak kita-pun semakin
membentang
Akankah semuanya jadi
terkenang
Atau hanyut terbawa gelombang
Bahkan mungkin terkubur
oleh waktu dan keadaan
Sobat, dalam hatiku ini
Akan tetap membekas suatu
kenangan
Kau sungguh baik, supel
dan komunikatif
Siapapun mengenalmu pasti
akan merindu
Namun untukku, janganlah
kau biarkan
Aku terkulai lemas dalam
kehampaan
Karena rasa kangenku yang
tidak kau harapkan
Kepahitan
Pisau menoreh hatiku
Melukakan perasaan
Menyayat
Menjadikan hidup berubah
arti
Saat takdir itu merenggut
Kepahitan adalah realita
Kebahagiaan jadi impian
Akhirpun tak terelakkan
Terbujur
Aku terbujur
Di sebuah sudut yang pengap
Hanya coro yang menemaniku
Dia katakan sesuatu padaku
Orang memandang kita hina
Tetapi …
Bisakah kita katakan
Bahwa mereka bijaksana
Biarkan mereka menilai
kita
karena kita adalah kita
Penilaian Cinta
Dusun yang sepi
Ada seorang perempuan
tua
Dengan suami renta yang
buta
Seolah mereka tak berdaya
Mereka hanya berkebun
Itulah kedamaian mereka
Kenapa orang hanya menduga
Padahal mereka punya cinta
Yang tak seorangpun mampu
menilainya
Puisi Batu
Goresan itu
Mengukir batu jadi saksi
Membisu
Dengan satu kalimat
Aku cinta kamu !!
Arti Kembali
Pohon besar di tanah gersang
Saat hujan Menerjang
Dia jatuh dengan terlentang
Dimakan rayap terlapukkan
Jadikan semua tak berdaya
Semuanya menjadi satu
Tidak terkenali lagi
Perubahan
Saat rembulan tertunduk
sendu
Gema petir menggelegar
Awan kaget ikut bermuram
Mencucur hujan rintik
perlahan
Merubah egois yang membatu
Menjadikan hati penuh
pengharapan
BUNGAKU
Bungaku…
Kala pagi atau sore hari
Kau taburkan aroma kasih
Membelai kalbu selembut
awan putih
Membawaku ke alam khayalan
indah
Penuh kedamaian dan kebahagiaan
Bungaku…
Kau laksana dewi kayangan
Selalu dipuji setiap orang
Sunggingan senyummu tak
menjemukan
Menggoda mengetarkan hati
Bungaku…
Setiap saat aku nantikan
Lambaian tanganamu mengajakku
Melepas semua kepedihan
hidup
Menyandarkan semua kesusahan
Menuju ketenangan bathin
Dalam menikmati hidup
ini
ibu
Ibu…
Kini aku tahu
Kesabaranmu
Ketabahanmu
Kecintaanmu
Ibu…
Kini aku rindu
Masakkanmu
Senyumanmu
Belaianmu
Ibu…
Aku tak akan lupa
Kebaikkanmu
Jasamu
Nasehatmu
Ibu…
Ternyata kau adalah segalanya
bagiku
Kuharap kasihmu abadi
selama-alamanya untukku
SIANG YANG BERLALU
Saat
mentari mulai tenggelam
Sayap
malam menutup perlahan
Gelap
sudah menjelang
Panasnya
siang jadi terlupakan
Semua
berlalu
Biarkanlah
siang ini berlalu
Senyumanmu
Aku terbayang akan manisnya
senyumanmu
Seakan hanya aku yang
menikmatinya
Namun aku hanya bisa merindu
Akankah cintaku terdampar
disuatu pulau ?
Terbawa hanyut bersama
gelombang kasmaran
Dan berlabuh di pantai
asmara
Tetapi aku sangat yakin
Disana kita khan bercinta
Memadu kasih
Bercerita tentang hari
esok
Khan kubiarkan semilir
angin membelai tubuhku
Hingga aku tertidur dalam
sandaran pelukmu
Namun mengapa suara ombak
membangunkanku
Saat mimpiku menerawang
angkasa
Menjelajahi ruang-ruang
khayalan
Tuhan, mengapa aku ini
?
Terlalu menikmati senyuman
itu
Apakah aku telah menduakan
cintaku dari-Mu
Sampai hatiku bergetar menahan rasa
Namun kini khan kubiarkan
semua berlalu
Terhempas terbawa arus
Ke suatu negeri nun jauh
disana
Fatamorgana
Gelap malam penuh kesunyian
Membukakan pintu-pintu
ilusi
Menyibakan tirai-tirai
kegalauan jiwa
Saat perjalanan adalah
perasaan
Hati gelisah menjadi tumpuan
Perlahan-lahan rasio menjauh
Akalpun pergi tanpa berpesan
Saat kusadari semuanya
Aku terbujur di negeri
khayalan
Berharap akan fatamorgana
Puisi Jarum Dan Jerami
Seandainya
kau tak membisu
Tentu
dengan mudah aku meraihmu
Walau
begitu,
Biarlah
kuuji kesabaranku
Khan
kuambil jerami ini satu-satu
Sampai
aku dapat menemukanmu
Lalu
kau rajut kembali kainku
perjalanan
Saat hujan semakin deras
kusuri jalan selangkah
demi selangkah
Kuraba bajuku yang sudah
kuyup
serasa dingin udara menusuk
sebentar kutoleh kebelakang
Terlihat jelas roda sejarah
membentang
Angin kencang
Percikan hujan
Halilintar
Semuanya adalah terpaan
kehidupan
Aku berharap reda khan
tiba
Terang khan menjelma
Menjadikan hidup penuh
makna
kangen
Dalam remang cahaya lilin
Sekilas nampak kilauan
kasih
Memedarkan arti kekelabuan
hati
Sesaat seolah redup
Membisakan harapan cinta
dan kerinduan
Dalam dada menyesak arti
ketidakpastian
Sesekali ingin semua cita
teraih
Namun, tak dapat menembus
batas ruang
Yang semakin menjauh
Dikala sekelebat kilat
menyala
Cahayanya menyilaukan
mata
Bukan terang yang kuraih
Namun kegelapan setelahnya
Hamparan bunga cinta menjadi
merana
Kedinginan, ingin ada
yang memetiknya
Dipandang ditaruh dalam
vas bunga
Walau nantinya layu
Namun hidupnya menjadi
berarti
Menikmati semua tujuan
yang dicapai
cinta
Ketika
aku datang
Di
dunia pewayangan cinta
Cuma
satu yang aku bawa
Perasaan
kasih di dalam dada
Yang
bisa merubah satu wacana
Menjadi
cerita panjang
Yang
berbelit susah mengambarkannya
Tak
ada alasan lain tentang cinta
Karena
hanya satu yaitu kasih
Kecuali
hanya mengada-ada
Kalau
ada aku tak percaya
Alasan
itu dipaksakan
Dan
akan aku katakan
Sungguh
malang nasib mereka
Karena
tak beda dengan si penjaja
Cinta
adalah rindu
Yang
datang dari dalam kalbu
Bisa
membawa tentram
Dalam
merih kedamaian hidup
Kepastain
Ketika
kupaksa mata ini terpejam
Justru
hati terus cerita
Bicara
tentang kesepian malam
Tentang
matahari yang telah tenggelam
Kesepian
adalah pengharapan kasih
Sedang
tenggelam adalah masa lalu
Saat
akhir tidak berarti kebahagiaan
Perasaan
menjadi terlukakan
Khan
kucari mutiara ketulusan
Kristal
mujarab penawar kepedihan
Sungguh,
hanya sang dewi yang memiliki
Sebelum
fajar di ufuk timur menjelang
Kupastikan
sang dewi adalah penentuan
Kesembuhan
atas sayatan luka-luka ini
Kesendirian
Di
kesepian malam aku sendiri
Fikiran
menerawang menjelajah angkasa
Ingin
rasanya kubuka semua tabir gelap
Sehingga
bisa kunikmati indahnya rembulan
Beserta
gemerlapnya selaksa bintang
Semilir
angin berhembus perlahan-lahan
Seolah
tak ingin mengusikku dari lamunan
Pucuk-pucuk
daun menari penuh kemesraan
Seakan
tiada bosan untuk selalu menghibur
Semua
gundah dan keresahan hatiku
Ketika
malam semakin larut
Aku
sadari akan kesenmdirianku
Semuanya
memang penuh ketidakpastian
Kecuali….
Bisa kunikmati sisa hidup ini
Dengan
cinta dan kasih sayang
Dimana
semuanya serba tulus
Dimana
semuanya serba ikhlas
Dimana
semuanya penuh kerelaan
Tanpa
pamrih dan pengharapan
Puisi angin
Di
kesepian malam aku sendiri
Termenung
dibawah cahaya rembulan
Pucuk-pucuk
daun meliuk indah
Mengikuti
irama angin perlahan
Angin….,
Aku hargai kau menghiburku
Memang
tidak ingin aku berlama-lama
Larut
dengan gelapnya malam
Terombang-ambing
oleh kelamnya awan
Angin….,
Tolong katakan pada bintangku
Aku
rindu dan berharap dia hadir disini
Dengan
segala ketulusan cintanya
Ingin
aku mengajaknya bernyanyi
Menari,
berdansa berdua
Angin…,
katakanlah padanya
Aku
perlu belaian sejuta kasihnya
Ingin
aku menikmati indahnya malam ini
Dengan
kehangatan peluk mesranya
Angin…,
untuk yang terakhir
Katakanlah
padanya
Aku
benci dengan kesendirian ini
Bingkai kehidupan
Masa demi masa berlalu
sudah
Kemana kaki jalan melangkah
Liku-liku kehidupan mengukir
sejarah
Kini saatnya berpotret
diri
Berbenah dari segala keburukan
Meningkatkan semua kebaikan
Ramadhan sebentar khan
tiba
Kini saatnya tuk membuka
pintu hati
Memaafkan semua kehilafan
Mari kita sambut dengan
gembira
Dengan memperbanyak ibadah
Tuk menggapai tingkatan
taqwa
Derajat tertinggi disisi
khalik
Semoga Allah selalu membimbing
kita
Dan nanti memasukkan kita
dalam surga-Nya
Amiin
Kujelang….
Pagi yang indah kujelang
kembali
Menghempaskan mimpi meraih
bergantinya hari
Di ufuk timur tersirat
cahaya kedamaian
Membangkitkan semangat
menghangatkan perasaan
Hembusan angin menemaniku
berjalan
Mengiringi langkah berpadu
dalam kepastian
Gemersik dedaunan bak
irama kehidupan
Selalu setia menyanyikan
lagu kemenangan
Dalam menggapai makna
cita dan cinta
Dalam mewujudkan makna
hidup yang sesungguhnya
Biarkan pergantian hari
terus berjalan
Karena setiap saat akan
selalu kujelang
Langganan:
Postingan (Atom)
About Me
Arsip Blog
-
▼
2012
(62)
-
▼
April
(38)
- Bung Karno: Inggit, Tehnya Pahit.
- Cerita Motivasi Kehidupan – Kekuatan Cinta
- KeJarLah CiNTA
- Keagungan Tuhan
- Aku Tak Ragu
- Di Sisi Malam
- Gelisah
- Salam perpisahan
- Kepahitan
- Terbujur
- Penilaian Cinta
- Puisi Batu
- Arti Kembali
- Perubahan
- BUNGAKU
- ibu
- SIANG YANG BERLALU
- Senyumanmu
- Fatamorgana
- Puisi Jarum Dan Jerami
- perjalanan
- kangen
- cinta
- Kepastain
- Kesendirian
- Puisi angin
- Bingkai kehidupan
- Kujelang….
- Paradigma ?!!!
- Arti perasaan
- Arti Cinta
- Kebenderangan
- Sambutlah ‘si CINTA’
- Jika Langit Menjadi Mendung, Salahkah Hujan ?
- kesepian
- Ungkapan Kesepian
- Kesepian Ku
- Kesepian Cinta Jiwaku
-
▼
April
(38)
Entri Populer
Followers
belajar blogger
Total Tayangan Halaman
VISITOR MY BLOG
Diberdayakan oleh Blogger.